Apa pernah anda berpikir, apa yang anda rasakan jika semua anggota keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing?
mungkin anggota keluarga lengkap,, tapi absen mereka tak pernah full... terkadang terjadi konflik dalam hati, ketika anda membuthkan tempat menyandarkan keluh kesah tentang kehidupan anda,, tapi mereka malah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, merasa terlupakan, terasa mereka sekilas lebih mementingkan aktivitas mereka dibandingkan kami. kami hanya berdua saja, di tambah satu kepala keluarga dan pendamping kepala keluarga, hanya beranggotakan empat dalam satu rumah tangga, jika mengingat masa lalu sedih yang saya rasakan, ketika saya masih menginjak bangku sekolah, terkadang merasa iri pada teman karena mereka bisa diantarkan orang tua untuk mengambilkan hasil nilai belajar mereka, sedangkan saya dengan mudah ayah mengatakan " ambilin tukang ojek aja, atau sama om, nanti gurunya di telpon dari sini". perasaan kesal dan marah terpendam dalam hati, lalu saya berpikir " apa gak ada waktu sedikit untuk memanjakan anak? " lalu ibu pun terkadang mencoba menenangkan dengan cara memberikan apa yang saya inginkan, sekilas perasaan marah dan kesal pun hilang, tapi rasa senang itu hanya seketika seperti obat penenang saja bagi saya. saat kantor ibu berada cukup jauh dari rumah, terasa sangat sulit jika ingin berkomunikasi denganya, ketika pagi tiba ia sudah pergi bekerja, ketika saya pulang ia bahkan belum sampai rumah karena jarak kantornya dari rumah sekitar 50km, atau ia terkadang pulang cepat tapi setelah menginjak rumah ia hanya sempat menyapa kedua anaknya, lalu beristirahat dan setiap harinya selalu berulang seperti itu.
ketika weekend tiba, tak ada bedanya dengan hari kerja senin sampe sabtu. dimana mereka sibuk selama 6 hari penuh bekerja seharusnya sisihkan sehari saja untuk keluarga,, tapi di hari minggu pun mereka selalu membicarakan pekerjaan, bahkan disaat liburan bersama tetap saja memicarakan pekerjaan. tak ada waktu untuk saling sharing antara satu sama lain,, bahkan ketika saya mencoba menggertak dengan protes, mereka terkadang mengabaikannya begitu saja. mereka mengalihkan rasa jenuh kami dengan membelikan barang2 yang kami inginkan walau terkadang harus merengek terlebih dahulu, awalnya fine2 saja, karena saya pikir kita "impas", mereka mengabaikan kami tapi d beri fasilitas. tapi semakin dewasa pun saya semakin berpikir, ketika saya sedang bersosialisasi di tengah keramaian, mendengarkan cerita-cerita orang lain, rasa iri pun muncul. iri ketika mereka "orang lain" bisa menceritakan keluh kesahnya kepada ibu mereka, bisa menceritakan kisah cintanya kepada ibu mereka, bisa mendapatkan saran dan kritik dari ibu atau ayah mereka, bisa bertukar pikiran tentang hal apapun, ibu bisa menjadi teman disaat kita sedih, atau mungkin bisa merengek sebari menangis didepan ibu mereka karena di khianati oleh kekasihnya.
seperti apa rasanya?, belum pernah saya rasakan..
Ibu tak pernah seterbuka itu, ketika saya mempunyai sesosok orang special, mereka tak pernah bertanya macam-macam, hanya bertanya "siapa namanya?" lalu pergi begitu saja tanpa bertanya lebih lanjut, atau ketika saya merasa "bad mood" seharian terdiam di dalam kamar tanpa makan dan minum, mereka hanya terdiam saja melakukan hal-hal lain seperti biasa, seperti tak ada yang terjadi. kami pun terkadang bertanya sebenarnya mereka peduli tidak dengan kami? , tapi itu lah pikiran negativ yang meracuni pikiran yang terkadang menimbulkan rasa benci dalam hati. ketika masa transisi kedewasaan konflik terjadi dalam hati antara merancang masa depan dan tujuan hidup, keinginan saya dan ayah pun berbeda, antara saya dan ayah pun terjadi konflik batin karena ayah tak mendukung keinginan saya, marah yang begitu besar saya rasakan,, hingga berminggu-minggu saya tak menyapa ayah. tapi kemudian ayah menyampaikan maksudnya, dan rasa bersalah pun timbul karena telah bersikap egois selama ini, terlintas dalam benak selama ini mereka benar-benar mengabaikan kami, tapi kian dewasa pun saya bisa mengerti apa arti perlakuan mereka selama ini pada kami. mungkin mereka dingin, terlihat acuh , tidak seperti orang tua yang lain yang bisa di ajak bicara tentang hal2 sepele, mereka tidak akan mendengarkan hal-hal sepele seperti mendengarkan rengekan tangisan saya, tapi mereka akan berbicara jika saya benar2 merasa "tersesat". mereka tak pernah mengekang kami , awalnya berpikir mereka tak peduli, tapi ternyata mereka bermaksud agar kami bisa mengerti dan bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.
"maaf jika tak pernah memberikan sesuatu yang berbeda, maaf jika belum bisa memberikan kebanggan, maaf jika belum memberikan yang terbaik, maaf jika sikapku masih seperti anak kecil, maaf jika seirng mengeluh, maaf jika aku belum bisa seperti anak-anak temanmu yang membanggakan itu.. "
for my mom and dad ... :))
mungkin anggota keluarga lengkap,, tapi absen mereka tak pernah full... terkadang terjadi konflik dalam hati, ketika anda membuthkan tempat menyandarkan keluh kesah tentang kehidupan anda,, tapi mereka malah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, merasa terlupakan, terasa mereka sekilas lebih mementingkan aktivitas mereka dibandingkan kami. kami hanya berdua saja, di tambah satu kepala keluarga dan pendamping kepala keluarga, hanya beranggotakan empat dalam satu rumah tangga, jika mengingat masa lalu sedih yang saya rasakan, ketika saya masih menginjak bangku sekolah, terkadang merasa iri pada teman karena mereka bisa diantarkan orang tua untuk mengambilkan hasil nilai belajar mereka, sedangkan saya dengan mudah ayah mengatakan " ambilin tukang ojek aja, atau sama om, nanti gurunya di telpon dari sini". perasaan kesal dan marah terpendam dalam hati, lalu saya berpikir " apa gak ada waktu sedikit untuk memanjakan anak? " lalu ibu pun terkadang mencoba menenangkan dengan cara memberikan apa yang saya inginkan, sekilas perasaan marah dan kesal pun hilang, tapi rasa senang itu hanya seketika seperti obat penenang saja bagi saya. saat kantor ibu berada cukup jauh dari rumah, terasa sangat sulit jika ingin berkomunikasi denganya, ketika pagi tiba ia sudah pergi bekerja, ketika saya pulang ia bahkan belum sampai rumah karena jarak kantornya dari rumah sekitar 50km, atau ia terkadang pulang cepat tapi setelah menginjak rumah ia hanya sempat menyapa kedua anaknya, lalu beristirahat dan setiap harinya selalu berulang seperti itu.
ketika weekend tiba, tak ada bedanya dengan hari kerja senin sampe sabtu. dimana mereka sibuk selama 6 hari penuh bekerja seharusnya sisihkan sehari saja untuk keluarga,, tapi di hari minggu pun mereka selalu membicarakan pekerjaan, bahkan disaat liburan bersama tetap saja memicarakan pekerjaan. tak ada waktu untuk saling sharing antara satu sama lain,, bahkan ketika saya mencoba menggertak dengan protes, mereka terkadang mengabaikannya begitu saja. mereka mengalihkan rasa jenuh kami dengan membelikan barang2 yang kami inginkan walau terkadang harus merengek terlebih dahulu, awalnya fine2 saja, karena saya pikir kita "impas", mereka mengabaikan kami tapi d beri fasilitas. tapi semakin dewasa pun saya semakin berpikir, ketika saya sedang bersosialisasi di tengah keramaian, mendengarkan cerita-cerita orang lain, rasa iri pun muncul. iri ketika mereka "orang lain" bisa menceritakan keluh kesahnya kepada ibu mereka, bisa menceritakan kisah cintanya kepada ibu mereka, bisa mendapatkan saran dan kritik dari ibu atau ayah mereka, bisa bertukar pikiran tentang hal apapun, ibu bisa menjadi teman disaat kita sedih, atau mungkin bisa merengek sebari menangis didepan ibu mereka karena di khianati oleh kekasihnya.
seperti apa rasanya?, belum pernah saya rasakan..
Ibu tak pernah seterbuka itu, ketika saya mempunyai sesosok orang special, mereka tak pernah bertanya macam-macam, hanya bertanya "siapa namanya?" lalu pergi begitu saja tanpa bertanya lebih lanjut, atau ketika saya merasa "bad mood" seharian terdiam di dalam kamar tanpa makan dan minum, mereka hanya terdiam saja melakukan hal-hal lain seperti biasa, seperti tak ada yang terjadi. kami pun terkadang bertanya sebenarnya mereka peduli tidak dengan kami? , tapi itu lah pikiran negativ yang meracuni pikiran yang terkadang menimbulkan rasa benci dalam hati. ketika masa transisi kedewasaan konflik terjadi dalam hati antara merancang masa depan dan tujuan hidup, keinginan saya dan ayah pun berbeda, antara saya dan ayah pun terjadi konflik batin karena ayah tak mendukung keinginan saya, marah yang begitu besar saya rasakan,, hingga berminggu-minggu saya tak menyapa ayah. tapi kemudian ayah menyampaikan maksudnya, dan rasa bersalah pun timbul karena telah bersikap egois selama ini, terlintas dalam benak selama ini mereka benar-benar mengabaikan kami, tapi kian dewasa pun saya bisa mengerti apa arti perlakuan mereka selama ini pada kami. mungkin mereka dingin, terlihat acuh , tidak seperti orang tua yang lain yang bisa di ajak bicara tentang hal2 sepele, mereka tidak akan mendengarkan hal-hal sepele seperti mendengarkan rengekan tangisan saya, tapi mereka akan berbicara jika saya benar2 merasa "tersesat". mereka tak pernah mengekang kami , awalnya berpikir mereka tak peduli, tapi ternyata mereka bermaksud agar kami bisa mengerti dan bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.
"maaf jika tak pernah memberikan sesuatu yang berbeda, maaf jika belum bisa memberikan kebanggan, maaf jika belum memberikan yang terbaik, maaf jika sikapku masih seperti anak kecil, maaf jika seirng mengeluh, maaf jika aku belum bisa seperti anak-anak temanmu yang membanggakan itu.. "
for my mom and dad ... :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar